Inflasi Rendah tapi Daya Beli Melemah: Tantangan Konsumsi Rumah Tangga di Q4 2025

bukadikit.com

ilustrasi inflasi rendah
inflasi rendah daya beli melemah

Ads - After Post Image

Jakarta — Memasuki kuartal IV tahun 2025, ekonomi Indonesia menghadapi paradoks yang menarik: inflasi yang terjaga rendah, namun tanda-tanda pelemahan daya beli masyarakat kian terasa. Kondisi ini menjadi sorotan utama para ekonom dan pembuat kebijakan, karena konsumsi rumah tangga, yang selama ini menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi nasional, kini menunjukkan gejala perlambatan.

Inflasi Terkendali dalam Target Bank Indonesia

Data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bank Indonesia (BI) menunjukkan bahwa hingga September 2025, inflasi tahunan berada di level 2,65 persen, naik tipis dari 2,31 persen pada Agustus namun masih dalam kisaran sasaran BI yakni 2,5±1 persen. Inflasi inti tercatat sebesar 2,19 persen, sementara inflasi pangan bergejolak menyentuh 5,01 persen akibat faktor cuaca dan distribusi bahan pokok. *tradingeconomics

Bank Indonesia melalui Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada Oktober 2025 kembali menahan suku bunga acuan di level 4,75 persen, menyatakan kebijakan moneter tetap diarahkan untuk menjaga stabilitas harga dan nilai tukar rupiah di tengah ketidakpastian global. “Inflasi masih dalam rentang sasaran, dan kami memperkirakan tekanan harga akan tetap terkendali hingga akhir tahun,” ujar Gubernur BI Perry Warjiyo dalam keterangan resminya. *bi

Daya Beli: Stabil di Atas Kertas, Melemah di Lapangan

Kendati inflasi rendah, sejumlah indikator menunjukkan bahwa daya beli masyarakat menurun. Laporan OCE Perbanas (Juli 2025) menunjukkan bahwa pertumbuhan pengeluaran riil masyarakat kelas menengah bawah melambat 3,17 persen (YoY), sementara kelas menengah atas bahkan mencatat kontraksi sebesar 0,12 persen. Dengan kata lain, hampir 85 persen populasi mengalami perlambatan konsumsi. *perbanas

Fenomena serupa terlihat pada data BPS yang mencatat deflasi sebesar 0,08 persen pada Agustus 2025—didorong oleh turunnya harga komoditas non-pangan seperti cabai dan tomat—yang menjadi sinyal pelemahan daya beli. Meskipun pengeluaran konsumen naik menjadi Rp 1.813 triliun pada kuartal II 2025, peningkatan tersebut lebih disebabkan oleh faktor musiman, bukan kenaikan konsumsi riil yang signifikan. *tempo

Perspektif Pemerintah: Optimis tapi Waspada

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berupaya menenangkan kekhawatiran pasar dengan menegaskan bahwa daya beli masyarakat masih terjaga, terutama di kelompok bawah yang diuntungkan oleh subsidi energi dan diskon tarif listrik. “Konsumsi rumah tangga masih menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi, dengan kontribusi sekitar 50 persen terhadap PDB,” ujarnya dalam rapat bersama DPR pada Juli lalu. *cnbcindonesia

Namun, ia juga mengakui bahwa perlambatan investasi dan belanja pemerintah berpotensi menekan ekspansi ekonomi di sisa tahun ini. Realisasi belanja APBN semester I baru mencapai 38,8 persen, lebih rendah dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar 42 persen. “Tanpa percepatan pembentukan modal tetap bruto, sulit menjaga pertumbuhan di atas 5 persen,” tambahnya.

Suara Ekonom: Konsumsi Domestik dalam Tekanan

Ekonom RHB, Wong Xian Yong, mencatat bahwa stabilitas harga justru menjadi refleksi lemahnya permintaan domestik. “Inflasi yang rendah bukan berarti ekonomi sehat. Ketika konsumsi masyarakat stagnan dan tingkat kepercayaan konsumen turun, dampaknya terhadap lapangan kerja dan industri ritel akan signifikan,” kata Wong. *indopremier

Senada, Direktur Eksekutif CORE Indonesia, Mohammad Faisal, dalam wawancara terpisah menjelaskan bahwa masyarakat kini lebih berhati-hati membelanjakan uang di tengah ketidakpastian ekonomi global dan moderasi pendapatan. “Kelas menengah menahan pengeluaran non-esensial seperti rekreasi dan elektronik, sehingga efek multiplier konsumsi melemah,” ujarnya.

Kebijakan dan Program Penguatan Daya Beli

Pemerintah mencoba merespons melalui berbagai kebijakan fiskal dan sosial, seperti program subsidi pangan, bantuan langsung tunai (BLT) untuk masyarakat miskin, serta insentif pajak bagi UMKM dan sektor konsumsi. Di sisi moneter, BI dan pemerintah daerah memperkuat sinergi dalam Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) serta memperluas Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) untuk menjaga kestabilan harga di level daerah. *kemenkeu

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menegaskan pentingnya implementasi kebijakan yang adaptif oleh pemerintah daerah. “Intervensi harga pangan tidak bisa hanya dari pusat. Daerah perlu berperan aktif menjaga rantai pasok dan mencegah pembelian panik,” ujarnya dalam rapat koordinasi nasional inflasi pada Agustus lalu.

Proyeksi Kuartal IV 2025: Momentum atau Titik Balik?

Di tengah kondisi ini, pemerintah berharap kuartal IV 2025 membawa angin segar bagi konsumsi rumah tangga. Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi kuartal IV dapat mencapai 5,6 persen (YoY), ditopang oleh peningkatan ekspor, surplus neraca perdagangan, serta penguatan rupiah dan arus modal asing. *reuters

Namun, sejumlah analis menilai bahwa dampak nyata terhadap konsumsi rumah tangga masih akan tertahan. “Kenaikan upah riil relatif lambat dan beban cicilan rumah tangga meningkat seiring suku bunga yang tetap tinggi. Jadi, tekanan terhadap daya beli belum akan mereda dalam waktu dekat,” ujar ekonom senior di LPEM UI, Teuku Rezasyah.

Kesimpulan

Kondisi “inflasi rendah tapi daya beli lemah” menjadi tantangan besar dalam menjaga momentum pertumbuhan ekonomi Indonesia di penghujung 2025. Stabilitas harga yang tampak menenangkan di permukaan dapat menutupi gejala struktural berupa stagnasi pendapatan riil dan kehati-hatian konsumen.

Ke depan, efektivitas kebijakan fiskal dan koordinasi antar otoritas ekonomi akan sangat menentukan arah pemulihan konsumsi domestik. Dengan inflasi yang terkendali dan likuiditas global yang relatif longgar, pemerintah perlu memastikan stimulus yang tepat sasaran agar daya beli masyarakat tidak sekadar “terjaga di data”, tetapi benar-benar pulih di lapangan.

Bagikan:

Ads - After Post Image

Tinggalkan komentar

Ads - Before Footer