Pemanfaatan anggaran daerah merupakan salah satu pilar utama dalam mewujudkan pembangunan yang merata di Indonesia. Meski pemerintah pusat terus mendorong desentralisasi fiskal melalui alokasi dana yang signifikan ke daerah, efektivitas penggunaannya masih menjadi isu yang hangat diperbincangkan, baik di kalangan akademisi maupun praktisi kebijakan publik. *jurnal.unm
Peta Anggaran Daerah 2025
Menurut data Kementerian Keuangan, total pendapatan seluruh pemerintah daerah pada tahun anggaran 2025 mencapai Rp1.336,09 triliun, dengan belanja daerah sebesar Rp1.382,76 triliun. DKI Jakarta menempati posisi tertinggi dengan anggaran Rp82,66 triliun, disusul Jawa Barat (Rp31,07 triliun) dan Jawa Timur (Rp30,22 triliun). Sementara itu, provinsi dengan belanja terkecil tercatat adalah Papua Selatan (Rp1,72 triliun) dan Papua Barat Daya (Rp1,72 triliun). *batam.tribunnews
Pemerintah juga meningkatkan Dana Desa hingga mencapai Rp71 triliun pada tahun 2025 untuk memperkuat pembangunan di tingkat lokal dan mendukung upaya pengentasan kemiskinan. Di samping itu, Dana Insentif Fiskal sebesar Rp6 triliun diberikan sebagai penghargaan bagi daerah dengan kinerja keuangan yang baik.
Pandangan Pejabat Pemerintah
Dalam konferensi pers mengenai realisasi APBD 2025, Gubernur DKI Jakarta menyampaikan bahwa pendapatan daerah sudah terealisasi sebesar 56% hingga pertengahan tahun, dengan surplus sementara sebesar Rp14,67 triliun. Ia menegaskan pentingnya sinergi antara pemerintah daerah dan DPRD untuk memastikan alokasi anggaran sesuai prioritas pembangunan.
Sementara itu, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menekankan bahwa efisiensi penggunaan anggaran menjadi fokus utama pemerintah tahun ini. Ia menyebut, melalui penerapan sistem pengawasan berbasis data SPI, KPK dapat memantau pemanfaatan anggaran daerah secara lebih transparan. Sistem ini dirancang untuk mengurangi penyimpangan dan memastikan setiap rupiah anggaran publik digunakan secara tepat guna. *tirto
Apa Kata Pakar Keuangan Publik
Dr. Nimas Setyowati, pakar ekonomi publik Universitas Gadjah Mada, menilai bahwa efek desentralisasi fiskal belum sepenuhnya tercermin dalam peningkatan kualitas layanan publik. “Masih banyak daerah yang belanjanya tidak produktif. Proporsi belanja pegawai di banyak kabupaten masih di atas 40%, sedangkan anggaran infrastruktur dan pelayanan publik terkadang justru ditekan,” ujarnya. *ugm
Ia menambahkan bahwa beberapa daerah mengalami ketergantungan tinggi terhadap transfer dari pusat karena rendahnya Pendapatan Asli Daerah (PAD). Fenomena ini menurutnya perlu diatasi dengan mendorong inovasi ekonomi lokal dan tata kelola keuangan yang lebih profesional.
Tantangan Implementasi di Lapangan
Penelitian yang dilakukan oleh sejumlah akademisi menunjukkan bahwa birokrasi yang berbelit dan lemahnya sistem perencanaan menjadi hambatan utama dalam realisasi anggaran belanja daerah. Banyak proyek pembangunan mengalami keterlambatan karena proses administratif yang panjang, sementara mekanisme pengawasan masih minim partisipasi publik. *jurnal.intekom
Di tingkat desa, efektivitas penggunaan dana desa pun masih menjadi perdebatan. Kajian terhadap kebijakan alokasi dana menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat dalam pengawasan dana publik belum optimal, sementara kapasitas aparat desa dalam pengelolaan anggaran masih perlu ditingkatkan.
Kebijakan Pengawasan dan Transparansi
Pemerintah pusat telah menetapkan serangkaian regulasi untuk memperkuat tata kelola anggaran, termasuk penerapan Undang-Undang Nomor 62 Tahun 2024 tentang APBN 2025, yang menekankan pentingnya akuntabilitas dan efektivitas belanja negara. Selain itu, melalui PMK No. 56/2025, dilakukan efisiensi terhadap transfer ke daerah terutama pada pos infrastruktur dan otonomi khusus. *kemenkeu
Khusus untuk pengawasan dana publik, KPK berperan aktif melalui survei Penilaian Integritas (SPI) yang kini dijadikan acuan oleh Kementerian Keuangan dalam mengontrol penggunaan anggaran daerah. Tujuannya agar pemerintah daerah tak hanya berlomba menyerap anggaran, tetapi juga mengutamakan dampak konkret terhadap masyarakat.
Potret Distribusi dan Efisiensi
Meskipun nilai APBD terus meningkat dari tahun ke tahun, tren efisiensi masih menjadi tantangan. Berdasarkan laporan keuangan daerah hingga Oktober 2025, masih terdapat sejumlah provinsi dengan kapasitas serapan anggaran di bawah 70%, seperti Sulawesi Tengah dan Kalimantan Barat. Sebaliknya, provinsi dengan manajemen fiskal terbaik seperti DKI Jakarta dan Jawa Timur mencatatkan realisasi yang disiplin dengan sisa lebih pembiayaan anggaran (SiLPA) relatif stabil.
Program efisiensi juga dilakukan melalui pemangkasan anggaran kementerian dan lembaga sebesar Rp256,1 triliun, dengan fokus realokasi ke sektor produktif seperti pendidikan, kesehatan, dan digitalisasi layanan publik.
Arah Kebijakan ke Depan
Para pakar menilai bahwa keberlanjutan kebijakan fiskal daerah harus diarahkan pada tiga hal: peningkatan PAD, efisiensi belanja, dan transparansi pengelolaan. Pemerintah diharapkan terus mendorong digitalisasi sistem keuangan daerah, penguatan peran BPK dan KPK dalam audit, serta peningkatan partisipasi warga dalam pengawasan proyek publik.
Kemandirian fiskal daerah menjadi kunci pemerataan pembangunan nasional. Bila dana publik dikelola dengan transparan, berbasis hasil (outcome-based budgeting), serta melibatkan masyarakat sebagai pengawas aktif, maka potensi ekonomi daerah dapat berkembang lebih optimal dan berkesinambungan. *kppod





